Selasa, 19 Juni 2012

Pelaporan

Pembayaran

Minggu, 17 Juni 2012

Pelaporan Usaha Wajib Pajak

Berdasarkan Pasal 2 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012, Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Siapa Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan PKP? Berdasarkan Pasal 1 UU PPN 1984, PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Namun demikian, Pengusaha Kecil dikecualikan dari kewajiban melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Artinya, Pengusaha Kecil boleh memilih untuk dikukuhkan PKP atau tidak.
Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp600.000.000,00.
Batas Waktu Pelaporan Kegiatan Usaha :
Kapan batas waktu pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP? Jawabannya ada di Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00.
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00. Contoh, jika omzet Rp600.000.000,00 terlampaui di bulan Maret 2012, maka batas waktu pelaporan kegiatan usahanya adalah pada tanggal 30 April 2012.
Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha :
Tempat bagi Wajib Pajak di atas untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah di :
  1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau
  2. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tempat pelaporan usaha di KPP tertentu ini adalah untuk Wajib Pajak tertentu yang pengadministrasian nya tidak didasarkan pada wilayah, tapi misalnya pada jenis Wajib Pajaknya atau memang ditentukan seperti Wajib Pajak yang terdaftar di KPP LTO, KPP Madya, atau KPP di lingkungan Kanwil Khusus.
Wajib Pajak yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan melalui permohonan tertulis. Berdasarkan permohonan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pengukuhan PKP paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. Proses pengukuhan PKP ini dilakukan melalui kegiatan verifikasi.

sumber : http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15026&hlm=2

Pemantauan Penerimaan

PEMANTAUAN PENERIMAAN
Berdasarkan Surat Direktur Jendral Pajak, nomor S - 230/PJ.41/2004
Pengamanan Penerimaan Wajibn Pajak atau Intensifikasi penerimaan dapat dilakukan melalui melalui :
a. Pemantauan atas WP-WP Orang Pribadi sebagai Public Figure misalnya calon Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota/Bupati, anggota DPR/DPRD, dan lain sebagainya dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
b. Pemantauan dan pengawasan terhadap WP-WP Orang Pribadi sebagai berikut :
· Orang Pribadi yang mengadakan acara-acara/kegiatan yang termasuk mewah seperti pesta-pesta pernikahan yang dilakukan digedung/tempat mewah seperti hotel, balai sidang, auditorium dan lain sebagainya;
· member/keanggotaan golf;
· Pemilik rumah mewah/vila mewah/kondominium/apartemen. Untuk itu diinstruksikan para Kepala KPP agar berkoordinasi dengan KPPBB di wilayahnya masing-masing untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan hal tersebut terutama dengan menceknya dalam buku 3, 4, dan 5;
· Dokter yang melakukan praktek di rumah atau memiliki tempat praktek sendiri;
· Pemilik mobil mewah & motor besar;
· Orang pribadi yang membayar tagihan telepon di atas Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebulan;
· Orang Pribadi yang berlangganan listrik dengan daya di atas 3,5 kVA;

c. Peningkatan pengawasan angsuran masa PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang angsurannya termasuk kecil tetapi potensial dan dalam dua tahun terakhir ini tidak mengalami kenaikan yang berarti. Terhadap WP tersebut agar diteliti kewajaran pembayaran pajaknya, menindaklanjuti dengan himbauan agar menyetor pajaknya sesuai kewajaran, dan/atau penerbitan STP sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Pengawasan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu khususnya terhadap WP OPPT yang potensial, dan bagi WP yang tidak/belum/kurang setor PPh Pasal 25 agar dihimbau untuk segera setor dan/atau diterbitkan STP sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Melakukan himbauan terhadap WP Orang Pribadi yang termasuk dalam daftar Wajib Pajak Besar yang tidak/belum/kurang menyetor PPh Pasal 25 agar segera menyetor dan/atau menerbitkan STP sesuai ketentuan yang berlaku.


sumber : www.kanwiljogja.pajak.go.id/ppajak.php?id=10097

TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGEMASAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) BERKENAAN DENGAN PENGOLAHAN SPT DI PUSAT PENGOLAHAN DATA

I. Pengertian dan Ketentuan Umum
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan tentang pengertian dan ketentuan umum dengan penjelasan sebagai berikut :
  1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak yang masuk dalam wilayah kerja maupun wilayah uji coba PPDDP sesuai dengan tahapan implementasi.
  2. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT meliputi SPT Masa PPN, SPT Tahunan PPh OP 1770, SPT Tahunan PPh OP 1770 S dan SPT Tahunan PPh OP 1770 SS yang dilakukan proses penerimaan dan pengemasan oleh KPP dan harus disampaikan ke PPDDP.
  3. Penelitian SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  4. Penerimaan SPT adalah serangkaian kegiatan untuk menerima SPT yang disampaikan Wajib Pajak, menerbitkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) dan Bukti Penerimaan Surat (BPS), meneliti kesesuaian data antara SPT dengan LPAD serta menyatukannya.
  5. Pengemasan SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Petugas pengemas untuk menghitung kembali jumlah lembar SPT, menempel label barcode pada LPAD, merekam nomor LPAD, dan memindai label barcode dengan barcode reader dan memasukkan SPT beserta LPAD yang sesuai ke dalam kemasan (box) serta membuat Daftar Isi Kemasan dengan menggunakan Aplikasi Pengemasan.
  6. KPP harus melakukan penelitian, penerimaan, pengemasan, dan penyampaian kemasan ke PPDDP atau pengambilan kemasan oleh PPDDP atas SPT yang ditentukan untuk dilakukan pengolahan di PPDDP.
  7. KPP harus melakukan pengemasan dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja untuk SPT masa PPN dan 30 (tiga puluh) hari kerja untuk SPT Tahunan PPh sejak tanggal terima pada BPS/LPAD.
  8. KPP tidak diperkenankan untuk melakukan perekaman atas SPT sebagaimana dimaksud dalam angka romawi I huruf a dan b, kecuali untuk SPT Lebih Bayar (restitusi).
II. Tata Cara Penelitian, Penerimaan, dan Pengemasan SPT
Dalam rangka mendapatkan SPT yang lengkap dan tertib administrasi serta dapat diolah di PPDDP dengan keakurasian yang tinggi perlu ditetapkan petunjuk teknis tata cara penelitian, penerimaan, dan pengemasan SPT dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Untuk SPT Masa PPN
a. Tata cara penelitian dan penerimaan SPT Masa PPN, wajib dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
b. Format Lembar Penelitian SPT Masa PPN ditetapkan sebagaimana dalam Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
c. SPT Masa PPN yang disampaikan langsung, sebelum mencetak BPS/LPAD Petugas TPT wajib melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak untuk memastikan kesesuaian antara elemen-elemen BPS/LPAD yang akan dicetak dengan SPT-nya yang meliputi :
1) NPWP
2) Nama
3) Masa Pajak
4) Status pembetulan
d. SPT Masa PPN yang disampaikan tidak langsung, sebelum mencetak BPS/LPAD Petugas TPT wajib memastikan kesesuaian antara elemen-elemen BPS/LPAD yang akan dicetak dengan SPT-nya yang meliputi :
1) NPWP
2) Nama
3) Masa Pajak
4) Status pembetulan
2. Untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
a. Tata cara penelitian dan penerimaan SPT Tahunan PPh OP 1770, SPT Tahunan PPh OP 1770 S dan SPT Tahunan PPh OP 1770 SS wajib dilaksanakan sebagaimana ditetapkan pada :
1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2010 tanggal 12 Januari 2010 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan;
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan.
b. Sebelum mencetak BPS/LPAD Petugas TPT wajib memastikan kesesuaian antara elemen-elemen BPS/LPAD yang akan dicetak dengan SPT-nya yang meliputi :
1) NPWP
2) Nama
3) Jenis SPT
4) Tahun Pajak
5) Status pembetulan
3. Terhadap SPT yang sudah dilakukan penelitian dan penerimaan harus dilakukan proses pengemasan oleh KPP;
4. Tata Cara Pengemasan SPT dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
5. Terhadap SPT yang telah dikemas, dilakukan pengiriman kemasan ke PPDDP atau pengambilan kemasan oleh PPDDP;
6. Tata cara pengambilan kemasan SPT oleh PPDDP dilakukan sesuai dengan SOP PPDDP Nomor DPC21 - 0003 tentang Tata Cara Pengambilan Kemasan dari KPP;
7. Tata Cara Pengiriman Kemasan SPT oleh KPP ke PPDDP ditetapkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
III. Penyelenggaraan Kelas Pengisian Bersama SPT
KPP menyelenggarakan Kelas Pengisian Bersama SPT, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum memahami pengisian SPT tersebut. Kegiatan ini merupakan bagian dari penyuluhan yang dilakukan oleh KPP. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraannya adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraannya harus dilaksanakan dengan cara :
  1. Sederhana, materi penyuluhan disusun dengan sistematika yang sederhana sehingga mudah dipahami dan mengesankan kepada Wajib Pajak bahwa pengisian SPT merupakan sesuatu hal yang mudah dilakukan;
  2. Komunikatif, penyampaian materi dilakukan dengan menarik dan mudah dipahami sesuai dengan karakteristik peserta, misalnya dengan menggunakan simulasi atau mengisi SPT bersama;
  3. Interaktif, peserta dapat terlibat langsung, melakukan tanya jawab, atau berinteraksi secara langsung dengan mengisi SPT-nya masing-masing dengan dibimbing oleh petugas pajak.
2. Penyelenggaraan Kelas Pengisian Bersama SPT dilakukan sebelum jatuh tempo penyampaian SPT, sehingga Wajib Pajak dapat langsung menyampaikan SPT tersebut setelah selesai mengikuti kegiatan Kelas Pengisian Bersama SPT.
3. Dalam surat undangan yang disampaikan kepada Wajib Pajak, agar diinformasikan bahwa Wajib Pajak diminta untuk membawa dokumen/data/catatan yang dibutuhkan untuk melakukan pengisian SPT pada saat mengikuti Kelas Pengisian Bersama SPT.
4. Untuk menampung Wajib Pajak lainnya yang tidak menerima surat undangan namun berminat mengikuti sosialisasi, diinstruksikan agar KPP memasang pengumuman terbuka perihal "Penyelenggaraan Kelas Pengisian Bersama SPT" guna memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengikuti kelas tersebut.
5. Tata cara penyelenggaraan Kelas Pengisian Bersama SPT dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
IV. Koordinasi antar unit organisasi terkait
Sebagai upaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, perlu pengaturan dan koordinasi pada unit organisasi terkait dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kepala PPDDP berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah DJP dalam rangka mengawasi pelaksanaan penelitian, penerimaan dan pengemasan SPT serta dapat membantu kelancaran kegiatan-kegiatan tersebut dari KPP dalam wilayah kerjanya sehingga SPT tersebut dapat diproses secara sistematis pada aplikasi PPDDP.
2. Kepala Kantor Wilayah DJP wajib mengawasi pelaksanaan kegiatan Kelas Pengisian Bersama SPT serta memastikan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung dengan baik di KPP dalam wilayah kerjanya sehingga SPT tersebut dapat diproses secara sistematis di PPDDP.
3. Kepala Kantor Wilayah DJP menunjuk salah seorang Kepala Bidang sebagai penanggung jawab kegiatan.
4. Kepala Bidang Penerimaan dan Penyimpanan Dokumen pada PPDDP berkoordinasi secara berkala dengan Kepala KPP dan salah satu Kepala Bidang yang diberi tugas oleh Kepala Kanwil DJP sebagai penanggung jawab untuk menyelesaikan masalah yang ada, agar seluruh SPT dapat diproses secara sistematis di PPDDP.
5. Para Kepala KPP diminta agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh Surat Edaran ini, serta dapat mensosialisasikan kepada jajaran di bawahnya dengan sebaik-baiknya.
V. Ketentuan Peralihan
Berkenaan dengan adanya Wajib Pajak yang berpotensi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1108 serta penanganan SPT Tahunan PPh OP yang menggunakan aplikasi drop box, perlu dibuat ketentuan peralihan dengan penjelasan sebagai berikut :
  1. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-64/PJ/2008 tanggal 4 Nopember 2008 tentang Tata Cara Pengolahan dan Penerimaan SPT Masa PPN 1108 di Kantor Pelayanan Pajak dan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan dinyatakan tidak berlaku;
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Petunjuk Teksnis Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan tetap berlaku untuk SPT Tahunan PPh OP sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

    sumber : http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i=&hlm=21&page=show&id=14725

Sabtu, 16 Juni 2012

Pemindahbukuan

PEMINDAHBUKUAN (Pbk)

  1. PENGERTIAN
    Pemindahbukuan (Pbk) meliputi :

    1. Pbk. karena adanya pemberian bunga kepada Wajib Pajak (WP) akibat kelambatan pengembaliankelebihan pembayaran pajak.
    2. Pbk karena diperolehnya kejelasan Surat Setoran Pajak (SSP) yang semula diadministrasikan dalamBermacam-macam Penerimaan Pajak (BPP).
    3. Pbk. karena salah mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) baik menyangkut WP sendiri maupun WPlain.
    4. Pbk. karena adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari SSP.
    5. Pbk. karena adanya pelimpahan PPh Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/ 1990 tentang PPh Pasal 22, PPN dan atau PPn BMuntuk kegiatan usaha di bidang impor atas dasar inden.
    (Pasal 3 KMK No. 88/KMK.04/1991 tanggal 24 Januari 1991)
  2. TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK MELALUI PEMINDAHBUKUAN
    1. WP mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak up. Kepala KPP setempat,kecuali Pbk. dalam rangka pelaksanaan Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.
      (Pasal 4 ayat (1) KMK No. 88/KMK.04/1991 tanggal 24 Januari 1991)
    2. Pbk dapat dilakukan antar jenis pajak yang sama atau berlainan, dari masa atau tahun pajakyangsama atau berlainan, untuk wajib pajak yang sama atau berlainan, dalam KPP yang sama atau berlainan.
      (Pasal 1 KEP-965/PJ.9/1991 tanggal 17 Oktober 1991)
    3. Pbk karena adanya kelebihan pembayaran pajak atau adanya pemberian bunga kepada WP dilaksanakan oleh Kepala KPP yang menerbitkan SKP tanpa permohonan dari WP yang bersangkutan, dan tanpa memerlukanpersetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Jenderal Pajak.
      (Pasal 2 ayat (1) KEP-965/PJ.9/1991 tanggal 17 Oktober 1991)
    4. Pbk karena salah atau kurang jelas mengisi SSP atau untuk pemecahan setoran pajak atau untuk tujuan lain dilaksanakan oleh Kepala KPP yang berwenang melaksanakan Tata Usaha SSP, tanpa memerlukanpersetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Jenderal Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
      1. harus ada permohonan untuk dilakukan Pbk dari WP pemegang asli SSP kepada Kepala KPP dimana WP terdaftar;
      2. permohonan Pbk karena kesalahan mengisi nama dan NPWP pada SSP, harus dilampiri dengan surat pernyataan dari WP yang nama dan/atau NPWP tercantum dalam SSP, yang menyatakan bahwa SSP tersebut bukan miliknya dan WP tidak keberatan untuk memindahbukukan hal-hal yang tercantum dalam SSP yang bukan miliknya tersebut kepada WP yang mengajukan permohonan Pbk;
      3. permohonan Pbk karena kesalahan dalam mengisi SSP yang dilakukan oleh Bendaharawan/Pemungut Pajak dan atau dalam rangka pemecahan SSP, diajukan oleh Bendaharawan/Pemungut Pajak dimaksud;
      4. SSP yang dimohonkan untuk dipindahbukukan belum diperhitungkan dengan pajak yang terhutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT), Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP), Surat Pemberitaan (SPb), atau dalam Pemberitahuan Impor untuk Dipakai (PIUD) dari WP pemohon atau WP yang karena kekeliruantercantum dalam SSP tersebut.
      (Pasal 2 ayat (2) KEP-965/PJ.9/1991 tanggal 17 Oktober 1991)
  3. LAIN-LAIN
    SSP dan Bukti Pbk yang telah dipindahbukukan harus dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP yang bersangkutan yang menunjukan bahwa atas SSP dan Bukti Pbk tersebut telah dilakukan Pbk.
    (Pasal 5 KEP-965/PJ.9/1991 tanggal 17 Oktober 1991)

    Permohonan Pemindahbukuan (Pbk)

    Pemindah Bukuan (Pbk) merupakan salah satu cara dalam melakukan pembayaran pajak. Pemindahbukuan dapat dilakukan antar jenis pajak yg sama atau berlainan, dari masa atau tahun pajak yang sama atau berlainan, untuk WP yang sama atau berlainan, dalam KPP yang sama atau berlainan.

    Tatacara dan Syarat :
    WP mengajukan surat permohonan pemindahbukuan yang ditandatangani oleh Wajib Pajak/Pengurus Perusahaan yang berhak atau kuasanya dengan melampirkan :
    1. Asli SSP lembar ke-1 yang dimohonkan untuk dipindahbukukan
    2. Asli Pemberitahuan Impor Barang / PIB dalam hal Pbk untuk pembayaran PPh Ps 22 atau PPN Impor)
    3. Daftar Nominatif WP yang menerima pemindahbukuan (untuk pemecahan SSP oleh bendaharawan/pemotong/pemungut)
    4. Surat pernyataan bahwa atas kelebihan pembayaran yang akan dipindahbukukan belum pernah dikompensasikan ke utang pajak atau ke jenis pajak lain (dalam hal alas an Pbk karena kelebihan setor/bayar)

    Jangka Waktu Penyelesaian :
    1. Setelah persyaratan dipenuhi oleh WP
    2. Setelah diperoleh jawaban klarifikasi data dari pihak ketiga (Bank Persepsi, KPP Lokasi, Bea Cukai)

    Menurut SE-26/PJ.9/1991, untuk melakukan pemindahbukuan Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis yang ditandatangani oleh Wajib Pajak/Pengurus Badan yang berhak atau kuasanya, kepada Kepala KPP terdaftar dengan ketentuan:

    Permohonan diajukan oleh Wajib Pajak pemegang asli SSP dengan dilampiri :
      (1) asli SSP yang dimohonkan untuk dipindahbukukan;
      (2) asli PIUD (dalam hal Pbk dilakukan untuk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor);
      (3) daftar nominatif wajib pajak yang menerima Pbk untuk pemecahan SSP oleh Bendaharawan /Pemotong/Pemungut.

    Dalam hal nama dan NPWP pemegang asli SSP (yang mengajukan permohonan pemindahbukuan) tidak sama dengan nama dan NPWP yang tercantum dalam SSP, maka pada permohonan disamping harus dilampiri seperti tersebut diatas, juga harus dilampiri surat pernyataan dari wajib pajak yang nama dan NPWP-nya tercantum dalam SSP bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dipindahbukukan kepada wajib pajak yang mengajukan permohonan pemindahbukuan. Jadi kalau Pbk-nya beda NPWP maka harus ada surat pernyataan dari kedua belah pihak.

    Pbk yang mengharuskan adanya permohonan dari Wajib Pajak adalah pemindahbukuan untuk:

    1. dikarenakan diperolehnya kejelasan SSP yang semula diadministrasikan dalam Bermacam-macam Penerimaan Pajak (BPP);
    2. dikarenakan kesalahan mengisi SSP baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain;
    3. dikarenakan adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari SSP;
    4. dikarenakan adanya pelimpahan PPh Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden sebelum berlakunya KMK Nomor 539/KMK.04/ 1990 tentang PPh Pasal 22, PPN dan atau PPnBM untuk kegiatan usaha di bidang impor atas dasar inden.
    Untuk poin 1 dan 4 saya ragu apakah sekarang masih ada atau sudah tidak ada. Saya sendiri tidak tahu istilah BPP. Kemudian ketentuan impor inden sekarang sudah tidak boleh. Sejak awal 2012, PPJK tetap harus mencantumkan pemilik barang saat impor. Sedangkan pemecahan setoran pajak yaitu dari satu SSP menjadi setoran untuk beberapa jenis pajak. Saya kira sampai sekarang Pbk seperti ini masih ada. 
    Permohonan wajib pajak disampaikan kepada KPP terdaftar. Setelah diproses oleh KPP, maka kemudian diterbitkan Bukti Pbk seperti berikut:


                                                              




 sumber : http://pajaktaxes.blogspot.com/2012/07/pemindahbukuan.html











                           

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More